Kisah Imam Asy-Syafi’i dan Keistimewaanya
Kisah imam asy-Syafii membicarakan hidup seorang ulama yang bisa kita sebut sebagai pewaris para nabi, karna para nabi tidak mewariskan harta maupun jabatan, namun para nabi mewariskan ilmu yang akan menuntun ummatnya ke Surga. Mereka adalah ulama (orang yang memiliki banyak ilmu dan mengamalkan). Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda:
"Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi" HR. Abu Dawud
Semoga dengan membaca cerita hidup imam Asy-Syafi’i yang istimewa ini, kita semua bisa mencontoh kebaikan dan akhlak beliau serta bisa mengajarkan kepada anak-anak atau murid-murid kita. Siapa imam Syafii itu?
Kisah Imam asy-Syafi’i dan Latar Belakangnya
Nama asli beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Abd Yazid bin Hasyim bin Al-Muthathalib bin Abdu Manaf. Beliau berasal dari Quraisy dan nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah di jalur Abdu Manaf. Jika Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam berasal dari Bani Hasyim bin Abdu Manaf sedangkan Imam Syafi’i berasal dari Bani Abdul Muthathalib bin Abdu Manaf. Hal ini lah yang membuat kisah imam Syafii berbeda dengan imam-imam yang lainnya, seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad yang mereka bukan dari keturunan Quraisy.
Kelahiran Imam Asy-Syafi’i
Imam Syafi’i lahir pada tahun 150 Hijriyah (Tahun kematian Imam Abu Hanifah yang lahir pada 80 H- 150 H). Untuk tempat kelahirannya ada yang mengatakan di Asqalan dan ada juga yang mengatakan di Yaman. Namun pendapat yang paling benar adalah lahir di Gaza, salah satu kota Syam. (Kitab Min Alam as-Salaf, Kisah Imam Syafii)
Adapun ciri-ciri dan sifat fisik beliau yaitu: Dari Abu Nu’man dan Az-Zafrani "Imam Syafi’i berperawakan tinggi dan bertubuh besar serta berpipi tipis" Selain itu beliau orang yang cerdas, zuhud, memiliki semangat yang tinggi dalam menuntut ilmu dan beliau orang yang sangat rajin beribadah. Imam Syafi’i adalah ulama’ yang rajin beribadah dan sangat zuhud. Beliau membagi waktu malamnya menjadi tiga, sepertiga malam pertama dipakai untuk menulis, sepertiga kedua dipakai untuk shalat dan sepertiga terakhir dipakai untuk tidur.
Imam Syafi’i memiliki kebiasaan yang unik, kemanapun ia pergi selalu membawa tongkat untuk berjalan, padahal Imam Syafi’i masih muda dan belum tua, masih mampu berjalan dengan baik. Ketika ditanya mengapa ia membawa tongkat kemanapun pergi?
Imam Syafi’i berkata, "Aku membawa tongkat untuk mengingatkanku bahwa aku hanyalah seorang yang sedang melakukan perjalanan menuju akhirat."
Imam Syafii saat Belajar Menuntut Ilmu
Dalam sejarah kisah Imam Syafii disebutkan bahwa sebelum imam Syafi’i lahir, ayahnya pernah hijrah dari Makkah menuju Palestina ,lalu ayahnya meninggal di sana ketika usia Imam asy-Syafii masih muda. Sehingga Muhammad (Imam Syafi’i) tumbuh sebagai yatim dalam asuhan ibunya. Ketika beliau berumur 2 Tahun, ibunya membawanya ke Makkah dan kembali kepada keluarga besarnya, karna khawatir imam Syafi’i tersia-siakan, entah masalah pendidikannya atau yang lain.
Imam Syafi’i tumbuh besar di Makkah sebagai anak yatim dan kurang mampu, namun keluarganya sangat disegani karna nasabnya dari Quraisy. Dengan keadaan seperti itu, ibunya selalu bekerja keras dan terus berjuang agar beliau bisa belajar agama bersama Muslim bin Khalid Az Zanjy (guru pertama imam Syafi’i, iaulama’ besar di Makkah).
Pernah suatu ketika Ibu imam Syafi’i sedang tidak mempunyai uang untuk membayar sekolah, dia menemui guru imam Syafi’i dan memintanya untuk menjadikan ulama syafii pembantu gurunya sebagai ganti biaya sekolah. Masyaallah.. Dengan keterbatasan materi, ibunya terus bermimpin anaknya menjadi seorang yang alim dan abid.
Saat masih kecil, Ibu imam Syafii menyekolahkan beliau di Kuttab. Akhirnya, dengan kecerdasan beliau, ia hafal Al-Qur’an di Usia 8 Tahun. Setelah hafal Al-Qur’an dia duduk di majelis para ulama Makkah. (Hal ini sudah saya tulis di pembahasan Ulama Besar Belajar di Kuttab.)
Perlu sahabat abana ketahui, bahwa di balik kesuksesan dan semangat serta kecerdasannya, di sana ada seorang ibu yang selalu memotivasi, beliau sangat terharu dengan perjuangan ibunya, sehingga beliau tidak ingin menyia-nyiakan perjuangan ibunya. imam Syafii bercerita:
Perlu sahabat abana ketahui, bahwa di balik kesuksesan dan semangat serta kecerdasannya, di sana ada seorang ibu yang selalu memotivasi, beliau sangat terharu dengan perjuangan ibunya, sehingga beliau tidak ingin menyia-nyiakan perjuangan ibunya. imam Syafii bercerita:
"Ibuku tidak memiliki sesuatu untuk diberikan kepada guruku, tapi guruku sudah ridha jika aku ikut belajar dibelakangnya, saat aku sudah menyelesaikan hafalanku, aku duduk di majelis para ulama Makkah. Di suatu gang aku melihat tulang maka aku ambil dan menulis hadist dan ilmu-ilmu lainnya pada tulang tersebut, apabila tulang tersebut sudah penuh tulisan, maka aku menaruhnya di dalam bejana" (Abu Nu’aim meriwayatkan dari Abu Bakar bin Idris)
Subhanallah, semoga fakta di atas bisa menjadi motivasi buat para ibu dan murid-murid kita.
Sebagaimana yang sudah dikatakan beliau sendiri, bahwa setelah dia hafal Al-Qur’an, dia duduk di majelis para ulama. Salah satu guru terkenalnya adalah imam Malik, suatu ketika An-Nawawi berkata:
"Imam Syafi’i pergi ke Madinah untuk bertemu imam Malik dan mengambil ilmu darinya, maka imam Malik pun memulyakannya serta memperlakukan dengan baik karna nasab, ilmu, kecerdasan dan adabnya. Karena kecerdasannya, imam Syafi’i mampu membacakan kitab karya imam Malik yang sangat terkenal (Al-Muwatha) dengan hafalan. Sehingga beliau sangat mengaguminya."
Kisah imam sya-Syafi’i tidak sampai di sini, karna setelah beliau belajar bersama ulama-ulama Madinah, beliau langsung pergi ke Yaman dan belajar dengan ulama-ulama di sana. Salah satunya adalah, Hisyam bin Yunus, dan di sana beliau bukan hanya belajar, karna beliau juga mengajarkan kepada penduduk Yaman.
Setelah benerapa tahun di Yaman, imam Syafi’i meneruskan perjalanan dalam menuntut ilmu menuju Baghdad. Seperti biasa, dia belajar kepada ulama-ulama Baghdad dan mengajarkan kepada penduduk-penduduk di sana. Bahkan di Baghdad beliau bertemu dengan imam Ahmad dan Sufyan bin Uyainah, lalu mereka berteman baik dan saling belajar, dan di kota Baghdad ini lah, imam Syafi’i memulai menulis karya-karyanya menjadi buku-buku yang bermanfaat.
Setelah sekian lama di Baghdad, imam Syafi’i pindah ke Mesir, beliau tinggal di desa Fusthath dan banyak mengajarkan ilmunya kepada penduduk Fusthath. Ia juga pernah mendiktekan 1000 lembar pelajaran kepada mereka, dari 1000 lembar tersebut telah dikumpulkan oleh murid-muridnya dan jadilah kitab yang terkenal sampai sekarang yaitu, Kitab Al-Umm.
Imam Syafi’i menjadi ulama' yang dihormati dan disegani banyak orang, salah satu ulama yang hidup bersama imam Syafi’i adalah Ayyub bin Suwaid, "Aku tidak menyangka bahwa aku bisa hidup dan bertemu dengan orang sehebat imam Syafi’i."
Murid-Murid Imam Syafii
Sebagai seorang ulama yang terhormat, beliau juga mempunyai banyak murid, diantaranya adalah Sulaiman bin Dawud Al Hasyimy, Ibrahim bin Al Mundzir, Abu Tsaur, dan masih banyak lagi.
Sebagai seorang ulama yang terhormat, beliau juga mempunyai banyak murid, diantaranya adalah Sulaiman bin Dawud Al Hasyimy, Ibrahim bin Al Mundzir, Abu Tsaur, dan masih banyak lagi.
Murid-murid imam Syafi’i tersebar diberbagai kota, seperti Makkah, Madinah, Shan’a, Kuffah, Baghdad dan kairo.
Karya Imam Syafi’i
Selama belajar, imam asy-Syafi’i juga berkarya, beliau memiliki tulisan-tulisan dan menjadi dua kitab yaitu kitab Ar-Risalah dan kitab Al-Umm. Dua kitab ini yang menjadi rujukan dari Madzhab Syafi’iyyah. Kitab Ar Risalah beliau tulis ketika berada di Baghdad, sedangkan kitab Al Umm beliau tulis ketika berada di Mesir.
Kisah Imam Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad
Pernah suatu ketika imam Ahmad mengundang imam Syafi’i untuk datang ke rumahnya. Imam Syafi’i pun memenuhi undangan tersebut, di rumah imam Ahmad sudah tersedia makan malam yang cukup banyak, imam Syafi’i memakan semua hidangan nya, anak-anak imam Ahmad pun heran dan menyangka bahwa imam Syafi’ orang yang rakus dan tidak sederhana.
Ketika malam hari tiba, imam Syafi’i beranjak tidur di kamarnya, pada sepertiga malam, beliau tidak nampak shalat malam, anak-anak imam Ahmad semakin heran dengan imam Syafi’i yang dibilang shalih, namun kenapa ia tidak shalat malam? Imam Syafi’i juga tidak wudhu ketika shalat shubuh.
Anak-anak imam Ahmad bertanya kepada ayahnya, imam Ahmad pun menanyakan kepada imam Syafi’i: "Mengapa hidangan semalam ia habiskan sendiri, mengapa ia tidak shalat malam dan mengapa ia tidak berwudhu ketika shalat shubuh?"
Imam Syafi’i tersenyum mendengar pertanyaan tersebut dan berkata:
"Aku punya alasan sendiri apa yang aku lakukan semalam, sedangkan mengapa hidangan tadi malam aku habiskan semua? Karena hidangan dari orang baik adalah obat dan hidangan dari orang pelit adalah penyakit, sedangkan engkau orang baik, maka hidanganmu adalah obat sehingga aku memakannya semua, dan mengapa aku tidak shalat malam? Karena aku sedang belajar hadits, dan aku lebih meilih belajar daripada shalat malam, karena belajar bermanfaat untuk diriku dan orang lain sedangkan shalat malam hanya bermanfaat untuk diriku sendiri. Mengapa aku tidak wudhu saat shubuh? Karena semalam aku tidak tidur sehingga aku masih mempunyai wudhu." Subhanallah..
Wafatnya Imam Syafi’i
Di Mesir Imam Syafi’i tinggal selama 4 tahun, beliau meninggal di sana pada malam Jum’at di bulan Sya’ban tahun 204 Hijriyah. Saat itu umur beliau baru 54 tahun. Semoga Allah merahmatinya...
Nasehat Imam Syafi’i:
"Orang yang rela dengan kesederhanaan tak akan bisa dihinakan."
"Ilmu itu bukan hanya dihafal, tapi yang bermanfaat."
Penulis: Ummu Zaid
Referensi:
- Min A’lam As-Salam Syaikh Ahmad Farid
- Serial Ulama Ahlussunnah Nurdin Apud
Tag Hafalan:
- Imam Syafi’i lahir 150 H pas kematian Imam Abu Hanifah, dan Wafat pada Umur 54, pada malam Jum’at di awal bulan Sya’ban 204 H
- Nama Asli Imam Syafi’i Muhammad bin Idris dan nasabnya bertemu dengan Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam pada kakenya yang bernama Abdu Manaf.
- Guru-Guru Imam Syafi’i : di Makkah (Muslim bin Khalid Dll) di Madinah (Imam Malik bin Anas Dll) di Yaman (Hisyam bin Yunus Dll) di Baghdad (Imam Ahmad bin Hambal, Sufyan bin Uyainah)
- Beliau berpindah ke Makkah setelah ayahnya meninggal dan pada usia 2 Tahun
- Imam Syafi’i hafal Al-Qur’an di usia 8 tahun, setelah itu dia mengikuti majelis para ulama
- Ia selalu membawa tongkat kemanapun ia pergi
RPA
Apa RPA? Baca>> Bonus Abana RPA dan Tag Hafalan
- Anak-anak diberi motivasi bahwa Imam Syafi’i yang tidak mampu dan dia anak yatim mempunyai semangat belajar yang tinggi dalam menghafal Al Qur’an bahkan bisa menghafal Qur’an diusia 8 tahun, jadi kita yang mampu seharusnya lebih semangat lagi
- Orang tua menjelaskan perjalanan menuntut Ilmu Imam Syafi’i yang jaraknya cukup jauh hanya dengan berjalan kaki, Makkah-Madinah 490 km, Yaman-Baghdad 600 km, Baghdad-Mesir 1900 km
Silahkan ditambahkan jika ada yang terlewat. Akhirnya sampai di sini dulu sahabat abana, semoga kisah Imam Asy-Syafi’i dan Keistimewaannya ini benar-benar bisa memberi manfa’at buat kita semua Amiin.
Posting Komentar untuk "Kisah Imam Asy-Syafi’i dan Keistimewaanya"
Tulis komentar di sini dan centang tombol "Notify me" atau "Ingatkan kami" agar Antum bisa melihat balasannya. Syukran