Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kisah Ja'far bin Abi Thalib Bapaknya Orang-Orang Miskin


Kisah Ja'far bin Abi Thalib

Kisah Ja'far bin Abi Thalib

Di keluarga besar Bani Abd Manaf ada lima orang laki-laki yang sangat mirip dengan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam. Mereka adalah Abu Sufyan bin Al Harits (Sepupu Nabi dan saudara sesusuan beliau), Qutsam bin al Abbas bin Abdul Muthalib, As Saib bin Ubaid bin Abd Yazid bin Hasyim (kakek imam Syafii), Hasan bin Ali (cucu Rasulullah) dan Ja'far bin Abi Thalib.

Di antara kelima orang tersebut Hasan bin Ali yang paling mirip dengan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam. Sedangkan yang akan kami kisahkan kali ini adalah, sahabat Nabi Ja'far bin Abi Thalib.

Biografi Ja'far bin Abi Thalib


Nama beliau adalah Ja'far bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ayahnya bernama Abu Thalib. Kita semua sudah tahu, bahwa Abi Thalib memiliki kedudukan terhormat di kalangan Quraisy serta kedudukan mulia diantara kaumnya. Bahkan, beliau lah yang melindungi Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Ayah Ja'far hidup dalam kesederhanaan dengan beban keluarga yang besar.

Keadaan hidupnya semakin memburuk tatkala telah tiba tahun paceklik yang menimpa orang-orang Quraisy. Sedangkan di kalangan Bani Hasyim saat itu tidak ada yang lebih mampu kehidupannya kecuali hanya Muhammad bin Abdillah dan pamannya, al Abbas.

Maka Muhammad berkata kepada Al Abbas, "Paman, sesungguhnya saudaramu Abu Thalib menanggung beban keluarga yang berat, sebagaimana yang engkau ketahui, bahwa orang-orang sedang dilanda kekeringan yang panjang dan tekanan kelaparan yang berat, dan dia saudaramu sangat membutuhkan bantuan. Marilah kita menemuinya untuk membantu memikul sebagian beban keluarganya, aku akan mengambil seorang anak dan engkau mengambil seorang anak di antara anak-anak nya, lalu kita yang mengasuh anak tersebut."

Al Abbas menjawab, "Sungguh engkau telah mengajak kepada kebaikan dan mendorong kepada kebajikan."

Kemudian keduanya menemui Abu Thalib, keduanya berkata kepadanya, "Kami bermaksud meringankan sebagian beban keluarga yang engkau pikul sampai masa peceklik ini yang menimpa orang banyak telah berlalu." Abu Thalib menjawab, "Tinggalkan Aqil untukku, selainnya terserah kalian berdua."

Muhammad mengambil Ali bin Abu Thalib dan mengasuhnya, sedangkan Al Abbas mengambil Ja'far dan mengasuhnya dan dipersaudarakan dengan keluarganya.

Masuk Islamnya Ja'far bin Abi Thalib


Dalam asuhan pamannya, Al-Abbas, Ja'far bin Abi Thalib tumbuh menjadi anak muda yang cerdas dan mandiri. Sebagai orang yang cerdas, tidak sulit baginya untuk menerima Islam. Beliau sangat yakin jika apa yang di bawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam adalah kebenaran. Ja'far dan Istrinya, Asma' binti Umais masuk Islam melalui tangan Abu Bakar. Sedangkan Ali, saudara kandung Ja'far, menjadi orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak melalui tangan Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam.

Silahkan baca kisah Ali bin Abu Thalib

Cobaan yang Diterima Ja'far dan Istrinya Setelah Masuk Islam


Meskipun dia anak dari orang terhormat, yaitu Abu Thalib. Ja'far bin Abi Thalib dan istrinya tetap menerima siksaan dari kafir Quraisy seperti halnya kaum muslimin yang lain. Namun mereka tetap menerima semua itu dengan lapang dada dan penuh kesabaran.

Pada saat itu Ja'far bin Abi Thalib meminta izin kepada Rasulullah -Shalallahu alaihi wassalam- untuk berhijrah bersama istrinya serta beberapa sahabat ke Habasyah, maka Rasulullah pun dengan berat hati mengizinkan mereka. Ya, berat bagi Rasulullah jika orang-orang mulia seperti mereka meninggalkan tanah kelahiran mereka, namun beliau sendiri belum memiliki kekuatan dan daya untuk melawan tekanan orang-orang Quraisy.

Kisah Ja'far bin Abi Thalib di Habasyah

Kafilah orang-orang Muhajirin pertama bergerak menuju Habasyah yang dipimpin oleh Ja'far bin Abi Thalib, mereka tinggal di bawah kekuasan Raja Najasyi yang adil dan baik.

Di sana mereka merasakan kebahagiaan dan kenyamanan untuk pertama kali sejak masuk Islam, mereka mencicipi manisnya ibadah tanpa ada gangguan dari orang Quraisy. Namun ternyata orang-orang Quraisy mengetahui bahwa kaum muslimin hijrah ke Habasyah dan mendapatkan perlindungan dari rajanya. akhirnya mereka merancang rencana. Rencana apakah itu?

Yakni mereka berencana untuk membunuh kelompok Ja'far atau memulangkan ke penjara besar.

Kisah Ja'far bin Abu Thalib ketika di Habasyah


Untuk kisah ini, biarkan Ummu Salamah yang bercerita:

Ketika kami tiba di Habasyah, kami mendapatkan perlindungan dari penguasa negeri itu, kami merasa aman atas agama kami, kami bisa beribadah kepada Allah tanpa ada tekanan dari siapapun atau kami mendengar sesuatu yang tidak kami sukai.

Namun, tatkala hal ini terdengar oleh orang-orang Quraisy, mereka menyusun rencana terhadap kami. Mereka mengutus dua orang laki-laki yang kuat kepada Raja Najasyi, mereka adalah Amru bin Ash (Silahkan baca Kisah Amru di sini) dan Abdullah bin Rabi'ah.

Keduanya membawa hadiah besar dan istimewa serta yang terbaik dari tanah Hijaz untuk Raja Najasyi dan untuk para penasihat agamanya. Sebelumnya, para pemuka Quraisy telah berpesan kepada dua orang utusannya ini agar menyerahkan hadiah kepada masing- masing penasihat agama Najasyi terlebih dahulu sebelum mereka menghadap Najasyi untuk membicarakan urusan kami dengannya.

Singkat cerita, akhirnya dua orang utusan tersebut tiba di Habasyah, keduanya menemui para penasihat agama Najasyi, kemudian keduanya menyerahkan hadiah kepada masing-masing dari mereka, tidak seorang pun dari penasihat yang luput untuk tidak menerima hadiah, semuanya mendapat hadiyah secara merata.

Lalu keduanya berkata kepada mereka, "Bumi Raja telah di datangi oleh anak-anak muda bodoh (yang dimaksud adalah kaum muslimin, kelompok Ja'far), mereka meninggalkan agama nenek moyang mereka dan leluhur mereka, mereka telah memecah belah kaum mereka, jika kami berbicara kepada Raja tentang mereka maka sarankanlah kepadanya agar dia menyerahkan mereka kepada kami tanpa bertanya tentang agama mereka, karena para pembesar kaum mereka (Kafir Quraisy) lebih mengetahui tentang mereka dan lebih mengenal apa yang mereka yakini."

Setelah mendengarkan perkataan Amru bin Ash, para penasihat pun menjawab, "Baik."

Setelah para penasehat agama melaporkan kepada raja, apakah kaum muslimin langsung ditangkap??

Tidak, karena sebagai seorang yang raja yang mulia dan bijaksana. Raja Najasyi tidak serta merta langsung menangkap kaum muslimin, namun ia memilih tabayyun (meminta penjelasan dari dua pihak). Maka dipanggillah kelompok kaum muslimin dan dua utusan dari pembesar Quraisy, yakni Amru bin al-Ash dan Abdullah bin Rabi'ah. Dan tidak ada sesuatu yang paling dibenci oleh Amru dan Abdullah bin Rabi'ah daripada undangan Najasyi kepada salah seorang dari kami untuk mendengar salah satu ucapan kaum muslimin.

Kemudian dua utusan Quraisy itu mendatangi Najasyi dan menyerahkan hadiah-hadiah kepadanya, Najasyi menerimanya dengan suka cita dan penuh kekaguman, kemudian keduanya berbicara kepada Najasyi:

"Paduka Raja, wilayah kekuasaan paduka telah didatangi sekelompok anak-anak muda kami dan engkau tidak mengenalnya, mereka meninggalkan agama leluhur mereka dan tidak masuk ke dalam agama paduka. Kami utusan para pembesar kaum mereka dari bapak-bapak mereka, paman-paman mereka dan keluarga-keluarga mereka agar engkau berkenan mengembalikan orang-orang itu kepada mereka, karena mereka lebih mengetahui tentang fitnah yang mereka timbulkan."

Saat itu Najasyi melihat para penasihat agama, dan para penasehat berkata, 'Apa yang dikatakan dua orang ini benar wahai paduka Raja, kaum mereka lebih mengetahui tentang mereka dan lebih mengenal apa yang mereka perbuat. Kembalikanlah mereka kepada kaum mereka agar kaum mereka bisa membuat keputusan atas mereka.'

Namun justru Raja Najasyi marah besar karena perkataan para penasihat agama itu, dia berkata, ' Tidak demi Allah, aku tidak akan menyerahkan orang-orang itu kepada siapapun sebelum aku memanggil mereka dan bertanya kepada mereka tentang apa yang dikatakan urusan mereka. Jika mereka seperti yang dikatakan dua orang laki-laki ini maka aku akan menyerahkan mereka (kaum muslimin) kepada mereka berdua, namun jika tidak maka aku akan melindungi mereka dan berbuat baik kepada mereka karena mereka lebih memilih untuk tinggal di negeriku.'

Ummu Salamah melanjutkan ceritanya:

"Najasyi meminta kami untuk menghadap. Namun, sebelum menghadap raja, kami berkumpul terlebih dahulu, sebagian dari kami berkata kepada yang lain, 'Sesungguhnya Raja akan bertanya kepada kita tentang agama kita, katakan saja dengan jelas apa yang kita yakini, hendaknya yang berbicara adalah Ja'far bin Abi Thalib, jangan ada selainnya yang berbicara.' Setelah diskusi telah selesai. Ja'far bin Abi Thalib ditetapkan sebagai orang yang berbicara kepada Raja. Karena kecerdasannya.

Kemudian kami berangkat menghadap Najasyi, kami melihat Najasyi juga mengundang penasihat agamanya, mereka duduk di sebelah kanan dan kirinya, mereka memakai kain hijau dan peci kebesaran Raja, mereka membeber kitab-kitab mereka. Kami juga melihat Amru bin Ash dan Abdullah bin Rabi'ah hadir di majelis tersebut.

Ketika majelis sudah lengkap, Najasyi melihat kami dan berkata, 'Agama apa yang kalian buat-buat untuk diri kalian dan dengannya kalian meninggalkan agama kaum kalian tetapi juga tidak masuk ke dalam agamaku dan tidak pula ke dalam agama-agama yang ada?'

Seorang pemuda yang cerdas, Ja'far bin Abi Thalib maju dan menjawab, 'Paduka Raja, dulu kami adalah kaum jahiliyyah, kami menyembah berhala dan makan bangkai, kami melakukan perbuatan-perbuatan keji, memutuskan silaturrahmi, yang kuat dari kami memakan yang lemah, kami dalam keadaan seperti itu sehingga Allah mengutus kepada kami seorang Nabi yang kami ketahui nasabnya, kejujurannya, dan amanahnya serta kebersihan hatinya. Rasul itu mengajak kami kepada Allah, supaya kami mengesakanNya, menyembahNya tanpa menyekutukannya, serta membuang segala apa yang dulu kami sembah termasuk bapak-bapak kami berupa berhala dan batu.

Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam memerintahkan kami untuk berbicara jujur, menunaikan amanah, menyambung silaturrahmi, berbuat baik kepada tetangga, menahan diri dari hal-hal yang diharamkan, menjaga darah, dia melarang kami melakukan perbuatan-perbuatan keji, berkata dusta, memakan harta anak yatim dan menuduh wanita baik-baik berbuat zina.

Nabi Muhammad memerintahkan kami agar kami menyembah Allah semata tidak ada sekutu bagiNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan berpuasa, kami membenarkannya, beriman kepadanya, kami mengikutinya di atas apa yang dia bawa dari Rab-nya, maka kami menghalalkan apa yang dia halalkan dan mengharamkan apa yang dia haramkan atas kami. Tetapi paduka Raja, kaum kami kemudian memusuhi kami, mereka menyiksa kami dengan siksaan yang sangat berat agar kami meninggalkan agama kami dan kembali kepada menyembah berhala. Tatkala mereka telah mendzalimi kami, menindas kami, mempersempit gerak kami dan menghalang-halangi kami untuk mengamalkan agama kami, kami pun berangkat ke negerimu, karena kami memilihmu bukan orang lain, kami berharap mendapatkan perlindunganmu."

Setelah itu, Najasyi menoleh kepada Ja'far bin Abi Thalib sambil berkata, 'Apakah kalian bisa menunjukkan sesuatu yang dibawa Nabi kalian dari Allah kepada ku?' Maka Ja'far menjawab, 'Ya' Kemudian Najasyi memerintahkan, 'Bacalah.'

Maka Ja'far bin Abi Thalib membaca:

'Kaaf haa yaa 'ain shaad. Yang dibacakan ini adalah penjelasan tentang rahmat Rabbmu kepada hambaNya, Zakaria. Yaitu tatkala ia berdoa kepada Rabbnya dengan suara lembut. Dia berkata, 'Ya Rabbku. Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepadaMu ya Rabbaku...' (QS.Maryam 1-4) Sampai beberapa ayat di awal surat Maryam.'

Maka Najasyi menangis hingga janggutnya basah oleh air mata, para penasihat agamanya juga menangis sehingga membasahi kitab-kitab mereka, sebab apa yang telah mereka dengar dari bacaan Ja'far

Di saat itulah Najasyi berkata, 'Sesungguhnya apa yang dibawa oleh Nabi kalian dan apa yang dibawa oleh Isa benar-benar keluar dari satu cahaya.' Kemudian Najasyi menoleh kepada Amru dan Abdullah sembari berkata, 'Pergilah kalian berdua, demi Allah aku tidak menyerahkan mereka kepada kalian berdua.'

Tatkala kami keluar dari hadapan Najasyi, Amru bin Ash mengancam kami, dia berkata kepada Abdullah, 'Demi Allah, esok aku akan menghadap Raja, aku akan mengatakan sesuatu kepadanya terkait rahasia mereka sehingga dada Raja akan dipenuhi amarah kepada mereka, hatinya akan dijejali kebencian dan aku akan membuat Raja menghabisi mereka semua.'

Abdullah bin Rabi'ah menjawab, 'Jangan lakukan wahai Amru, karena mereka juga masih keluarga besar kita sekalipun mereka menyimpang.'

Amru menimpali, 'Kamu tidak usah turut campur dalam urusan ini. Demi Allah aku akan tetap mengatakan kepada Raja sesuatu yang akan menggoyahkan kaki-kaki mereka. Demi Allah aku akan mengatakan bahwa mereka mengatakan kepada Raja bahwa Isa bin Maryam adalah hamba Allah (dan bukan anakNya).' (Ketika masih kafir, Amru benar-benar membenci kaum muslimin, namun Amru Radiyallahuanhu menjadi orang mulia setelah keislamannya)

Amru bin Ash datang Kepada Raja Najasyi untuk kedua kalinya

Esok haripun tiba, Amru menghadap Najasyi, dan berkata kepadanya, 'Wahai Raja, orang-orang yang engkau berikan jaminan perlindungan dan keamanan itu mengucapkan perkataan yang besar tentang Isa putra Maryam. Perintahkan mereka untuk menghadap dan tanyakan kepada mereka apa yang mereka katakan tentangnya.'

Ketika kaum muslimin mengetahui hal itu, Ja'far bin Abu Thalib dan sahabat lainnya ditimpa kesedihan dan kebingungan yang belum pernah kami alami sebelumnya. sebagian dari kami berkata kepada yang lain, 'Apa yang akan kita katakan kepada Raja jika dia bertanya kepada kita tentang hal ini?'

Di antara kami menjawab, 'Demi Allah, kita tidak akan mengatakan tentangnya kecuali apa yang Allah firmankan, kami tidak akan menyimpang dalam perkara ini seujung jaripun dari apa yang telah disampaikan oleh Nabi kita, apapun akibat dari itu, kami tidak peduli.'

Akhirnya kaum muslimin sepakat untuk menjadikan Ja'far bin Abi Thalib sebagai juru bicara kami yang kedua kalinya. Najasyi mengundang kelompok Ja'far, mereka hadir dan di sana sudah ada penasihat agama dan juga Amru. Najasyi bertanya kepada kami, 'Apa yang kalian katakan tentang Isa putra Maryam?'

Ja'far menjawab, 'Kami hanya mengatakan tentang Isa putra Maryam sebagimana yang diajarkan oleh Nabi kami.'

Najasyi bertanya, 'Apa yang dia katakan tentang Isa?'

Ja'far bin Abi Thalib menjawab, 'Dia berkata tentangnya bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusanNya, Ruh dan kalimatNya yang Dia sampaikan kepada Maryam yang perawan lagi suci.'

Begitu Najasyi mendengar jawaban Ja'far maka dia langsung memukulkan tangannya ke tanah dan berkata, 'Demi Allah, Isa putra Maryam tidak keluar dari apa yang dikatakan oleh Nabi kalian seujung rambut pun.'

Maka para penasihat agama Najasyi bersuara sumbang, tidak menyetujui ucapannya. Maka Najasyi berkata, 'Sekalipun kalian bersuara sumbang.'

Kemudian Najasyi memandang kepada kami dan berkata, 'Pergilah, kalian aman. Siapa yang mencela kalian maka dia merugi, siapa yang mengganggu kalian maka akan dihukum. Demi Allah, aku tidak ingin mendapatkan emas sebesar gunung sementara salah seorang dari kalian diperlakukan dengan buruk.'

Lalu Najasyi melihat Amru bin Ash dan berkata, 'Kembalikanlah hadiah-hadiah kedua laki-laki ini, kami tidak memerlukannya.'

Maka Amru bin Ash meninggalkan tempat dalam keadaan kalah dan malu menyeret kegagalan. Adapun kami tetap tinggal di negeri Najasyi, di daerah yang baik dan di bawah perlindungan yang mulia.

Ja'far bin Abi Thalib menghabiskan sepuluh tahun dalam keadaan aman dan tentram di bawah kekuasaan Najasyi.

Di tahun ketujuh hijriyah, Ja'far bersama istrinya diikuti oleh kaum muslimin yang bersamanya meninggalkan Habasyah menuju Yatsrib, tatkala mereka tiba di sana, mereka mendapati Rasulullah baru pulang dari Khaibar setelah Allah menaklukkannya untuk beliau.

Rasulullah sangat bahagia bertemu Ja'far, sehingga beliau bersabda, "Aku tidak tahu mana yang lebih membuatku berbahagia, apakah ditaklukkannya Khaibar atau kepulangan Ja'far?"

Ja'far bin Abu Thalib Mendapat Gelar Bapaknya Orang-Orang Miskin


Awal mula Ja'far bin Abi Thalib dijuluki bapaknya orang miskin ketika beliau selalu merasa kasian dan memperhatikan nasib orang. Ya, Ja'far adalah laki-laki yang sangat memperhatikan terhadap nasib orang-orang lemah, sehingga dia banyak berbuat baik kepada mereka.Oleh karenanya dia digelari dengan bapak orang-orang miskin.

Abu Hurairah berkata, "Orang yang paling baik kepada kami (orang miskin) adalah Ja'far bin Abi Thalib, dia membawa kami ke rumahnya lalu dia menjamu kami dengan apa yang ada di rumahnya, sampai ketika makanannya habis, dia mengeluarkan wadah tempat menyimpan mentega yang sudah habis, kami membukanya dan membersihkan sisa-sisa yang ada di dalamnya."

Kisah Wafatnya Ja'far bin Abi Thalib


Setelah kembali dari Habasyah dan ikut hijrah ke Madinah, keberadaannya di sana tidak lah lama.

Diawal tahun delapan hijriyah, Rasulullah menyiapkan pasukan untuk melawan Romawi di Syam. Beliau mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai panglimanya, beliau bersabda, "Jika Zaid bin Haritsah gugur maka panglima kalian adalah Ja'far bin Abi Thalib, jika Ja'far gugur maka panglima kalian adalah Abdullah bim Rawahah, jika Abdullah gugur maka kaum di beri hak untuk muslimin memilih panglima mereka."

Kaum muslimin tiba di Mu'tah, sebuah desa diperbatasan Syam di Yordania. Pasukan kaum muslimin melihat bahwa orang-orang Romawi telah bersiap diri dengan pasukan yang berjumlah seratus ribu didukung oleh sekutu-sekutu mereka dari orang-orang Nasrani Arab dari kabilah Lakhm, Judzam, Qudha'ah dan lainnya dengan seratus ribu prajurit.

Adapun pasukan kaum muslimin, hanya berjumlah tiga ribu orang. Begitu kedua pasukan bertemu, peperangan yang dahsyat berkecamuk, dan Zaid bin Haritsah gugur dengan gagah berani tanpa sedikit pun rasa takut. Lalu tidak pikir panjang, Ja'far langsung melompat dari kudanya, dan menggantikan posisi Zaid bin Haritsah sebagaimana yang sudah nabi perintahkan.

Kemudian dengan gagah berani, dia menusuk pembunuh Zaid dengan pedangnya sehingga lawan tidak memanfaatkan setelahnya, dia mengibarkan panji-panji, menyerang ke dalam barisan musuh. Ja'far terus berperang, sehingga tangan kanannya tertebas pedang musuh, maka Ja'far memegang panji-panji dengan tangan kirinya, tangan kirinya pun tertebas, maka dia mendekap panji dengan dada dan lengannya yang tersisa, tetapi tebasan pedang yang ketiga tidak terelakkan yang membuatnya terbelah dua, sehingga Abdullah bin Rawahah mengambil panji-panji darinya, dia terus berperang sampai akhirnya menyusul kedua kawannya sebagai syahid.

Rasulullah mengetahui gugurnya ketiga panglimanya. Beliau sangat bersedih dan berduka cita beliau menyempatkan untuk pergi ke rumah Ja'far bin Abi Thalib, beliau melihat istrinya Ja'far sedang membuat adonan roti dan bersiap-siap menyambut kedatangan Ja'far. Tatkala Asma melihat Rasulullah, terpancar di wajah beliau kesedihan, maka Asma merasa khawatir tantang apa yang terjadi dengan Ja'far.

Beliau memberi salam dan berkata, "Bawalah anak-anak Ja'far kepadaku."

Maka anak-anak pun berlarian mendekat Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam, mereka dipeluk beliau dan beliau meneteskan air mata. Asma bertanya, "Ya Rasulullah aku korbankan bapak dan ibuku demi dirimu, apa yang membuatmu menangis? Apakah engkau mendengar sesuatu tentang Ja'far dan dua rekannya?"

Rasulullah menjawab, "Ya, mereka semuanya gugur sebagai syahid hari ini."

Kisah Ja'far bin Abi Thalib Mendpat Sayap di Surga

Pada saat itu keceriaan anak-anak langsung sirna dan Asma menangis hingga sesenggukan. Rasulullah meninggalkan rumah Ja'far sambil bersabda, "Ya Allah gantikan Ja'far pada anak-anaknya. Ya Allah, gantikan Ja'far pada keluarganya."

Kemudian beliau bersabda, "Sungguh aku melihat Ja'far bin abi Thalib di surga, dia mempunyai sepasang sayap yang berlumuran darah, bulu-bulu sayapnya yang besar berwarna indah."

Subhanallah, tidak terasa air mata menetes dari pembaca. Hanya ini saja, kisah dari kami. Jangan lupa baca tag hafalan dan RPA nya. Sumber: Min Hatis Shahabah Dr.Abdurrahman Rafat Basya

Tag Hafalan:

  1. Ja'far bin abi Thalib adalah sepupu Rasulullah yang memiliki wajah mirip dengan beliau.
  2. Semasa kecil Ja'far masuk dalam asuhan pamannya, Al Abbas hingga masuk Islam. Sedangkan Ali, dengan Rasulullah.
  3. Istri Ja'far adalah Asma binti Umais.
  4. Ja'far adalah pemimpin kaum muslimin saat hijrah ke Habasyah, dan menjadi juru bicara saat menghadap Raja Najasyi.
  5. Ja'far bin Abi Thalib tingga di Habasyah selama 10 tahun.
  6. Ja'far kembali menemui Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam pada tahun ketujuh hijriyah.
  7. Ja'far bin Abi Thalib adalah seorang laki-laki yang sangat memperhatikan nasib orang-orang lemah.
  8. Pada tahun ke delapan hijriyah Ja'far bin Abi Thalib menjadi panglima kedua setelah Zaid bin Haritsah gugur.
  9. Ja'far gugur sebagai syahid saat menjadi panglima perang melawan Romawi di Syam.

RPA

Apa itu RPA? Baca Bonus Abana RPA dan Tag Hafalan

  1. Ayah Bunda menanamkan iman kepada  Allah, di mana, sebaik-baik rencana manusia. Maka rencana Allah lebih baik. Sebesar makar kaum kafir, makar Allah lah yang lebih besar. Di mana, orang kafir sudah membuat rencana yang begitu baik sampai-sampai membawakan hadiah istimewa kepada Raja. Namun, Allah malah membukakan pintu hidayah kepada Najasy.
  2. Ayah Bunda menamkan kecintaan terhadap oara sahabat. Dan besarnya kepahlawanan Ja'far bin Abu Thalib. Sampai-sampai dia masih bertahan meskipun tangannya sudah terpotong-potong
  3. Ayah Bunda harus bisa meneladani para sahabat supaya bisa hidup bersamanya di Surga. Dengan kesolehan Ayah Bunda, maka anak pun akan mengikutinya,


Baiklah, hanya itu saja. Ayah Bunda bebas menambahkan RPA nya. Kami akhiri Kisah Ja'far bin Abi Thalib Bapaknya Orang-Orang Miskin. Semoga kita bisa mengambil cerita yang penuh hikmah ini. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Wallahu'alam

Posting Komentar untuk "Kisah Ja'far bin Abi Thalib Bapaknya Orang-Orang Miskin"