Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Bagaimana Para Ulama Belajar? Inilah Perjalanan Mereka Menuntut Ilmu

Bagaimana para ulama belajar? Bagaimana perjalanan mereka menuntut ilmu?
Di sini kami akan merangkum sebuah kisah hidup para ulama ketika mereka melakukan perjalanan menuntut ilmu. Yang semoga cerita ini bisa menjadi semangat bagi para penuntut ilmu dimana pun ia berada.

Kisah perjalanan para ulama dalam menuntut Ilmu

Perjalanan Imam Syafii dalam Menuntut Ilmu


Dalam biografi imam Syafii yang pernah kami tulis di sini, menyebutkan bahwa sebelum beliau lahir, ayahnya pernah hijrah dari Makkah ke Palestina lalu ayahnya meninggal di sana ketika usia Imam Syafii masih muda. Sehingga Muhammad (Imam Syafi’i) tumbuh sebagai yatim dalam asuhan ibunya. Ketika beliau berumur 2 Tahun, ibunya membawanya ke Makkah dan kembali kepada keluarga besarnya, karna khawatir imam Syafi’i tersia-siakan, entah masalah pendidikannya atau yang lain.

Sejak kecil Imam Syafii dibimbing oleh ibunya dan menyekolahkan ke Kuttab di Makkah bersama guru pertama beliau yang bernama Muslim bin Khalid Az Zanjy. Bersamanya, Imam Syafii menghafal al-Quran di usia 8 tahun. Setelah hafal al-Quran, beliau melanjutkan belajar di majelis para ulama Makkah.

Setelah belajar bersama ulama Makkah, Imam Syafii tidak puas dan haus akan ilmu, maka beliau pun melanjutkan perjalanan menuntut ilmu ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik. Imam Syafii duduk di majelis Imam Malik sampai beliau bisa menghafal karya gurunya yang terkenal, al-Muwatha.

An-Nawawi berkata: "Imam Syafi’i pergi ke Madinah untuk bertemu imam Malik dan mengambil ilmu darinya, maka imam Malik pun memulyakannya serta memperlakukan dengan baik karna nasab, ilmu, kecerdasan dan adabnya. Karena kecerdasannya, imam Syafi’i mampu membacakan kitab karya imam Malik yang sangat terkenal (Al-Muwatha) dengan hafalan. Sehingga beliau sangat mengaguminya."

Kisah perjalanan Imam sya-Syafi’i dalam menuntut ilmu tidak sampai di sini, karna setelah beliau belajar bersama ulama-ulama Madinah, beliau langsung pergi ke Yaman dan belajar dengan ulama-ulama di Yaman. Salah satunya adalah, Hisyam bin Yunus, dan di sana beliau bukan hanya belajar, karna beliau juga mengajarkan kepada penduduk Yaman.

Setelah beberapa tahun di Yaman, imam Syafi’i  meneruskan perjalanan dalam menuntut ilmu menuju Baghdad. Seperti biasa, dia belajar kepada ulama-ulama Baghdad dan mengajarkan kepada penduduk-penduduk di sana. Bahkan di Baghdad beliau bertemu dengan imam Ahmad dan Sufyan bin Uyainah, lalu mereka berteman baik dan saling belajar, dan di kota Baghdad ini lah, imam Syafi’i memulai menulis karya-karyanya menjadi buku-buku yang bermanfaat.

Setelah sekian lama di Baghdad, imam Syafi’i pindah ke Mesir, beliau tinggal di desa Fusthath dan banyak mengajarkan ilmunya kepada penduduk Fusthath. Ia juga pernah mendiktekan 1000 lembar pelajaran kepada mereka, dari 1000 lembar tersebut telah dikumpulkan oleh murid-muridnya dan jadilah kitab yang terkenal sampai sekarang yaitu, Kitab Al-Umm.

Itulah beberapa gambaran perjalanan Imam Syafii dalam belajar, dimulai dari Kuttab di Makkah, Madinah, Yaman, Baghdad dan Mesir. Coba hitung saja jarak antara kota A dan kota B. Sangat jauh. Padahal belum ada kendaraan seperti sekarang.

Rihlah Imam Bukhari dalam Menuntut Ilmu


Arti Rihlah menurut ahli hadits adalah suatu perjalanan, di mana penuntut ilmu pergi untuk mencari hadits atau ketinggian sanadnya. Lalu bagaimana beliau mencari hadits?

Awal perjalanan imam Bukhari pada tahun 210 H saat berusia 16 tahun. Ketika dia berhaji bersama ibu dan saudaranya, maka saudaranya pulang membawa ibunya, sedangkan Imam Bukhari meminta untuk tetap di sana untuk mencari ilmu. Di Makkah dia mendengar para imam di bidang hadits dan yang menjadi rujukan manusia yaitu Imam Abu Walid Ahmad bin (Muhammad) al Azraqi, Abdullah bin Yazid, Ismail bin Salim as Sha’igh, Abu Bakar bin Abdullah bin Zubair dan Al Allamah al Humaidi.

Kemudian Imam Bukhari melanjutkan belajarnya dan pergi ke Madinah. Sampai di sana pada tahun 212 H. Saat itu dia berusia 18 tahun. Beliau berguru kepada Ibrahim bin al Mundzir, Mutharrif bin Abdullah, Ibrahim bin Hamzah, Abu Tsabit Muhammad bin Ubaidullah, Abdul Aziz bin Abdullah al Uwaisi dan selain mereka.

Kemudian imam Bukhari pergi ke Bashrah, perjalanannya ke Bashrah dilakukan sebanyak empat kali. Di Bashrah dia mendapat ilmu dari Muhammad bin Sinan, Shafwan bin Isa dan lain sebagainya.

Setelah itu beliau melanjutkan perjalanannya ke Kufah, beliau melakukan perjalanan ke Kufah berkali-kali, diantara gurunya yang termasyhur adalah Abdullah bin Musa, Hasan bin ar Rabi', Abu Nu’aim Ibnu Ya’qub dan lain sebagainya.

Setelah ke Bashrah, Imam Bukhari belum merasa puas, ia pun pergi ke Baghdad dan di antara guru beliau di Baghdad adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Muhammad bin Isa ash Shabbagh, Muhammad bin Sa’iq dan Syuraih bin an Nu’man. Ketika beliau hendak meninggalkan Baghdad untuk terakhir kalinya, beliau berpamitan kepada Imam Ahmad, maka Imam Ahmad berkata kepadanya dengan penuh kesedihan  dan penyesalan, "Apakah engkau meninggalkan ilmu dan orang banyak, lalu engkau pergi ke Khurasan?"

Setelah itu beliau pergi ke Syam dan mendapat ilmu dari Yusuf al Firyabi, Abu Ishaq bin Ibrahim, Adam bin Iyas dan sebagainya. Kemudian beliau pergi ke Mesir, lalu ke al Jazirah, Khurasan, dan daerah sekitarnya seperti Marwa, Balkh, dan Harah.

Adapun Bukhara, Samarkand, Taskent, dan selainnya adalah tanah airnya. Allah telah memudahkan imam Bukhari kepada jalan-jalan kesuksesan dan memudahkan kesulitan di hadapannya, sehingga dia mampu dengan berbagai rihlahnya yang berturut-turut, melipatgandakan jumlah gurunya hingga mencapai seribu orang dan mengembangkan kekayaan ilmiahnya sebagaimana yang kita lihat.

Manusia mengikuti keimamannya dan mendapatkan kedudukan yang mulia di tengah mereka. Dia melihat besarnya nikmat Allah yang diberikan kepadanya lalu dia membalas kenikmatanNya dengan senantiasa bersyukur kepadaNya. Ini tidak mungkin terjadi kecuali dengan amalan yang diabadikanNya dan pengaruhnya tetap abadi silih berganti sesudahnya dari generasi ke generasi.

Baca biografi Imam Bukhari di sini.

Abdullah bin Mubarak Menempuh Perjalanan Keberbagai Negri


Abdullah bin Mubarak sangat giat belajar ilmu agama, bahkan sampai ulama-ulama pada masanya banyak yang memuji beliau, salah satunya adalah imam Ahmad bin Hambal, beliau berkata, "Pada zaman itu tidak ada yang lebih giat belajarnya kecuali Abdullah bin Mubarak, ia melakukan perjalanan ke Yaman, Mesir, Syam, Bashrah, dan Kuffah. Dia adalah seorang perawi ilmu dan ahlinya, dia menulis dari orang-orang yang lebih muda darinya dan orang-orang yang lebih tua darinya. Dia menulis dari Abdurrahman bin Mahdi dan Al-Farizi.

Tidak ada yang lebih sedikit terjatuh dalam kesalahan daripada Ibnu Mubarak, dia adalah orang yang menceritakan hadits dari kitab, sedangkan orang yang menceritakan hadits dari kitab nyaris tidak ada yang terjatuh dalam kesalahan. Waki’ menceritakan hadits dari hafalannya, dan dia tidak melihat kitab sama sekali. Dan hadits yang ia bacakan sama sekali tidak ada yang salah."

Bahkan dalam buku kisah Abdullah bin Mubarak tertulis, teman-temannya banyak yang menanyakan atas semangatnya beliau dalam menuntut ilmu. Salah satunya adalah Abu Khirasy, "Wahai Abdullah sampai kapan kau mencari ilmu?" Dia menjawab, "Mungkin sampai batas kata yang berisi keselamatanku tidak aku dengar lagi."

  1. Abdullah bin Mubarak mempunyai semangat yang sangat tinggi dalam belajar sampai-sampai berani melakukan perjalanan menuju Yaman-Bashra-Syam-Mesir-Kuffah.
  2. Semangat Abdullah bin Mubarak dalam menuntut ilmu menjadikan dia pandai dalam menulis dan meriwayatkan hadits bahkan dikatakan di atas, Abdullah sampai jarang terjatuh ke dalam kesalahan.

Kisah Imam Ahmad Menuntut Ilmu


Kisah perjalanan ulama Imam Ahmad dalam menuntut ilmu bisa dijadikan sebagai tauladan bagi anak-anak dan orang dewasa pada umumnya, di mana sejak kecil beliau sudah terbiasa belajar. Tanda-tanda kejeniusan tampak dari Imam Ahmad pada saat itu. Hafalan ilmunya sedemikian melimpah. Sehingga Imam Ahmad bisa menghafal Al-Quran di usia 10 tahun. Beliau banyak belajar dari keluarga terdekat beliau. Karena banyak dari keluarga Imam Ahmad yang menjadi ulama.

Ketika Imam Ahmad berusia 16 tahun, beliau mulai belajar mencari hadits kepada ulama Baghdad yang bernama Husyaim bin Basyir Rahimahullah. Saat beliau berusia 20 tahun, Husyaim bin Basyir meninggal dunia (183 H). Jadi beliau belajar bersama Husyaim hanya 4 tahun. Setelah kematian gurunya, Imam Ahmad melakukan perjalanan menuntut ilmu yang pertama kalinya menuju ke kota Kufah. Imam Ahamd belajar di Kufah selama 3 tahun. Kemduian beliau pergi ke Bashrah untuk melanjutkan belajarnya.

Setelah selesai belajar di Bashrah, Imam Ahmad belum merasa puas, karena beliau haus akan ilmu. Akhirnya, Imam Ahmad pun pergi ke Hijaz, Makkah, Madinah, Yaman, Syam, daerah-daerah perbatasan, Eufrat, tanah Persia dan lainnya. Subhanaallah, betapa semangatnya Imam Ahmad dalam belajar, semoga kita bisa mencontoh beliau.

Meskipun Imam Ahmad sudah belajar dan berkeliling ke berbagai negara, beliau tidak pernah melupakan kampung halamannya. Imam Ahmad kembali ke Baghdad dan memimpin orang-orang sezamannya. Beliau mengajarkan ilmu yang telah dipelajarinya. Ia pun menjadi salah satu ulama besar di kota Baghdad, setiap kali Imam Ahmad mengajar, jumlah murid yang hadir mencapai 1000 orang. Subhanaallah.

Ahmad bin Hanbal pernah bertemu dengan Imam Syafii di Baghdad dan berpisah tatkala Imam Syafii pindah ke Mesir. Ketika itu, Imam asy-Syafii pernah tidak tidur demi mendengarkan hadits yang dibacakan Imam Ahmad.

Baca kisah Imam Ahmad bin Hanbal

Itulah ringkasan kisah belajarnya para ulama dalam mencari ilmu. Semoga kita bisa mengaguminya dan meneladaninya kisah hikmah ini. Aamiin
....................................................................................
Penulis Abu Zaid.
Sumber, Min A'lam as-Salam Syekh Ahmad Farid dan Kumpulan kisah di web abanaonline.com ini.

Posting Komentar untuk "Bagaimana Para Ulama Belajar? Inilah Perjalanan Mereka Menuntut Ilmu"