Anakku Tidak Membutuhkan Kurikulum Mubadzir
Memandang dunia pendidikan yang ada di negeri ini sungguh rumit. Rumit karena faktor kurikulum sekolah yang terus bergonta-ganti namun kualitas yang dihasilkan jauh dari nilai norma yang ada. Sehingga yang terlihat adalah rusaknya moral para pelajar. Khususnya di kalangan remaja. Beginilah cermin dari kurikulum saat ini.
Lebih disayangkan lagi ternyata Indonesia dengan mayoritas muslim belum bisa menghasilkan prestasi emas seperti pendahulunya. Dan kesalahan terbesar pada pendidikan di negeri ini adalah terletak pada sumber literaturnya.
Hampir semua pendidikan di negeri ini mengambil literatur yang bukan dari Islam. Bahkan di lembaga Islam pun literaturnya bersumber dari tokoh-tokoh yang bukan Islam. Sebut saja bapak pendidikan modern, Jhon Amos Comenius.
Saking akrabnya dengan nama tokoh-tokoh yang bukan dari Islam, sampai-sampai dunia pendidikan Islam kebingungan saat ditanya siapa bapak pendidikan Islam. Sangat memprihatinkan bukan?
Menurut ahli Sejarah Islam dan Parenthing Nabawiyah, Ustadz Budi Ashari Lc. Negeri ini menerapkan kurikulum yang mubazir. Durasi menuntut ilmu terlalu lama dari jenjang SD hingga S1. Akan tetapi output yang dihasilkan tidak ada. Padahal kurikulum yang dibuat itu harus sesederhana mungkin agar anak-anak menjadi lebih cerdas dan pintar.
Sebagaimana dalam sejarah kejayaan Islam. Usia 22 tahun itu adalah usia yang matang. Lihat saja Ibnu Sina, 17 tahun menjadi dokter. Lalu Imam Bukhari, 17 tahun menjadi ahli hadits. Dan Muhammad Al Fatih, 15 tahun menjadi walikota kemudian 22 tahun menjadi khalifah.
"Silahkan hitung berapa lama kita menghabiskan usia sejak TK sampai kuliah? Apa yang sudah kita dapat dalam rentang waktu tersebut?" Ustadz Budi Ashari bertanya di hadapan 130 peserta Akademi Guru 2 di Kuttab Al Fatih, Depok 2-3 Januari 2013. (Dikutip dari islampos)
Baca juga: Indonesia Butuh Kurikulum Bahasa dan Matematika yang Didasari Iman dan Quran
Kemudian Ustadz Budi Ashari menyebutkan salah satu kemubaziran dalam kurikulum kita hari ini. Beliau mencontohkan dalam bidang Bahasa Inggris. Menurut beliau belajar bahasa Inggris tidak harus dari usia TK sampai kuliah. Toh, akhirnya mereka juga tidak bisa menggunakannya?!
Padahal tujuan dari belajar Bahasa Inggris adalah bisa bicara, mengerti saat orang bicara dan memahami serta bisa menulisnya. Jadi menurut beliau belajar Bahasa Inggris cukup satu tahun saja
"Kenapa mesti berlama-lama seperti sekarang? Dari usia TK sampai kuliah belajar bahasa Inggris, tapi bisakah menggunakannya? Inilah kurikulum mubadzir," tegas beliau, dikutip islampos.
Tidak sampai di sini, beliau juga memberikan contoh bagaimana Islam dahulu tidak membuang secara sia sia usia anak-anak, hingga menghasilkan prestasi yang tepat. Tengoklah sejarah, bagaimana Zaid Bin Tsabit mampu mempelajari Bahasa Ibrani dan menguasainya hanya dalam kurun waktu 17 hari, di usia belia yaitu 11 tahun. Subhanallah.
Baca: Kisah Sahabat Zaid bin Tsabit Sang Penulis Wahyu Sekaligus Guru bagi Abdullah bin Abbas
"Sehingga sampai usia kuliah begitu banyak mempelajari hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan yang berujung pada kemubadziran," Lanjut beliau di hadapan peserta.
Sungguh luar biasa pelajaran besar bagi kita untuk berhati-hati dalam masalah pendidikan anak usia dini. Jangan sampai kurikulum itu membuang usia anak. Namun menghasilkan prestasi yang tidak tepat. Baca juga: Kurikulum Pendidikan Islam Kuttab Al Fatih Solusi Generasi Milenial
Lebih disayangkan lagi ternyata Indonesia dengan mayoritas muslim belum bisa menghasilkan prestasi emas seperti pendahulunya. Dan kesalahan terbesar pada pendidikan di negeri ini adalah terletak pada sumber literaturnya.
Hampir semua pendidikan di negeri ini mengambil literatur yang bukan dari Islam. Bahkan di lembaga Islam pun literaturnya bersumber dari tokoh-tokoh yang bukan Islam. Sebut saja bapak pendidikan modern, Jhon Amos Comenius.
Saking akrabnya dengan nama tokoh-tokoh yang bukan dari Islam, sampai-sampai dunia pendidikan Islam kebingungan saat ditanya siapa bapak pendidikan Islam. Sangat memprihatinkan bukan?
Tinggalkan Kurikulum Mubadzir!
Menurut ahli Sejarah Islam dan Parenthing Nabawiyah, Ustadz Budi Ashari Lc. Negeri ini menerapkan kurikulum yang mubazir. Durasi menuntut ilmu terlalu lama dari jenjang SD hingga S1. Akan tetapi output yang dihasilkan tidak ada. Padahal kurikulum yang dibuat itu harus sesederhana mungkin agar anak-anak menjadi lebih cerdas dan pintar.
Sebagaimana dalam sejarah kejayaan Islam. Usia 22 tahun itu adalah usia yang matang. Lihat saja Ibnu Sina, 17 tahun menjadi dokter. Lalu Imam Bukhari, 17 tahun menjadi ahli hadits. Dan Muhammad Al Fatih, 15 tahun menjadi walikota kemudian 22 tahun menjadi khalifah.
"Silahkan hitung berapa lama kita menghabiskan usia sejak TK sampai kuliah? Apa yang sudah kita dapat dalam rentang waktu tersebut?" Ustadz Budi Ashari bertanya di hadapan 130 peserta Akademi Guru 2 di Kuttab Al Fatih, Depok 2-3 Januari 2013. (Dikutip dari islampos)
Baca juga: Indonesia Butuh Kurikulum Bahasa dan Matematika yang Didasari Iman dan Quran
Kemudian Ustadz Budi Ashari menyebutkan salah satu kemubaziran dalam kurikulum kita hari ini. Beliau mencontohkan dalam bidang Bahasa Inggris. Menurut beliau belajar bahasa Inggris tidak harus dari usia TK sampai kuliah. Toh, akhirnya mereka juga tidak bisa menggunakannya?!
Padahal tujuan dari belajar Bahasa Inggris adalah bisa bicara, mengerti saat orang bicara dan memahami serta bisa menulisnya. Jadi menurut beliau belajar Bahasa Inggris cukup satu tahun saja
"Kenapa mesti berlama-lama seperti sekarang? Dari usia TK sampai kuliah belajar bahasa Inggris, tapi bisakah menggunakannya? Inilah kurikulum mubadzir," tegas beliau, dikutip islampos.
Tidak sampai di sini, beliau juga memberikan contoh bagaimana Islam dahulu tidak membuang secara sia sia usia anak-anak, hingga menghasilkan prestasi yang tepat. Tengoklah sejarah, bagaimana Zaid Bin Tsabit mampu mempelajari Bahasa Ibrani dan menguasainya hanya dalam kurun waktu 17 hari, di usia belia yaitu 11 tahun. Subhanallah.
Baca: Kisah Sahabat Zaid bin Tsabit Sang Penulis Wahyu Sekaligus Guru bagi Abdullah bin Abbas
Sungguh luar biasa pelajaran besar bagi kita untuk berhati-hati dalam masalah pendidikan anak usia dini. Jangan sampai kurikulum itu membuang usia anak. Namun menghasilkan prestasi yang tidak tepat. Baca juga: Kurikulum Pendidikan Islam Kuttab Al Fatih Solusi Generasi Milenial
Posting Komentar untuk "Anakku Tidak Membutuhkan Kurikulum Mubadzir"
Tulis komentar di sini dan centang tombol "Notify me" atau "Ingatkan kami" agar Antum bisa melihat balasannya. Syukran